DASAR-DASAR
PENGETAHUAN UMUM
IBADAH
Perlulah kita ketahui ada
beberapa kiat khusyu’ dalam mendirikan shalat yang kerap kali disinggung di
dasar-dasar pengetahuan umum ibadah ini, khususnya yang berkenaan dengan hukum
dan tata cara mendirikan shalat, di antaranya:
Pertama.
Mengenal
tanda-tanda Kebesaran Allah, Menghadirkan atau dapat merasakan hati individu
kita hidup, Mengagungkan dalam penyaksian dan Takut kehilangan kasih sayang
Allah, karena yang paling khusyu’ dalam mendirikan shalat adalah orang yang
paling bertakwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al B
aqarah, 2 ayat: 46.
“(orang-orang yang khusyu’ yaitu)
orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb mereka, dan bahwa
mereka akan kembali kepada-Nya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
berfirman dalam Al Qur’an surat Al Fathir, 35 ayat: 28.
$yJ¯RÎ) Óy´øs ©!$# ô`ÏB ÍnÏ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$#
“Sesungguhnya yang takut (bertakwa) kepada
Allah hanyalah para ulama.”
Adapun
maksudnya yaitu hanya kita-kita yang mau menuntut ilmu yang tergolong bertakwa
kepada Allah SWT, dan tentunya hanya yang menuntut ilmulah yang tahu metodenya
atau caranya khusyu’ dalam mendirikan shalatnya, adapun yang dimaksud dengan
ilmu di sini tentunya ilmu yang shahih yang membuahkan amalan shalih, karena
itu Al-Hasan al-Bashri pernah menyatakan:
“Ilmu itu ada dua macam:
ilmu ungkapan lidah, dan ilmu di sanubari. Adapun ilmu sanubari, itulah ilmu
yang bermanfaat. Sedangkan ilmu ungkapan lidah, adalah hujah Allah atas
manusia.“
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman dalam Al Qur’an surat Az Zumar, 39 ayat: 9.
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3
ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôèt tûïÏ%©!$#ur w tbqßJn=ôèt 3
$yJ¯RÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
“(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah
yang dapat menerima pelajaran”.
“Apakah kamu yang lebih
beruntung wahai orang-orang musyrik, ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam, dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut akan (adzab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya…”.
Kedua.
Kita
menyadari bahwa shalat adalah perjumpaan, sekaligus komunikasi individu kita
sejati dengan Allah SWT, adapun hal ini telah dihistorieskan dalam hadits Nabi:
“Apabila seorang di antaramu
sedang shalat, sesungguhnya dirinya sedang berkomunikasi dengan Allah….”
(HR. Bukhari: 531, Muslim: Syarah Nawawi: 5/40-41, An-Nasa’i: 1/163. 11/52-53
dan lain-lain)
Dan didalam histories Imam
Nawawi berkata:
“Sabda beliau: “..sesungguhnya
ia sedang berkomunikasi kepada Rabb-nya…”, merupakan isyarat akan pentingnya
keikhlasan hati, kehadirannya {dalam shalat) dan pengosongannya dari selain
berdzikir kepada Allah… ” (Lihat Syarhu Shahih Muslim V/40-41)
Maka
jika mendirikan shalat adalah komunikasi kita sebagai seorang hamba kepada
Allah SWT, dan ini sudah disadari oleh
kita yang mendirikan shalat, maka sudah selayaknya hal ini memacu individu kita
untuk bersikap khusyu’, karena kita pun sadar, bahwa segala gerak hati individu
kita yang hidup atau berdenyut atau bergetar, apalagi gerak tubuh kasar kita
yang mana pasti selalu diperhatikan oleh Allah SWT.
Ketiga.
Ikhlas
dalam melaksanakannya, karena keikhlasan adalah ruh amal individu kita sejati.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surat Al Mulk, 67 ayat: 2.
Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3r& ß`|¡ômr& WxuKtã 4
uqèdur âÍyèø9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ
“ Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”,
Berkenaan dengan ayat ini;
Fudhail bin Iyyadh pernah menyatakan:
“Yang dimaksudkan dengan
yang terbaik amalannya, adalah yang paling ikhlas dan paling benar.“
Satu amalan yang dianggap
pelakunya sudah ikhlas, bila tak mencocoki ajaran syari’at (benar), tak akan
diterima. Demikian juga amalan yang benar sesuai ketentuan, namun tidak ikhlas
karena Allah, juga tak ada gunanya. Ikhlas, artinya hanya untuk Allah. Benar,
artinya menuruti Sunnah Rasul. (Lihat Al-Hilyah – oleh Abu Nu’aim: V111/59,
Tafsir Al-Baghwi: 1V/369, Zadul Masir: 1V/79)
Adapun
satu amalan yang kita lakukan dengan ikhlas, maka dengan sendirinya akan mudah
meleburkan individu kita sebagai hamba secara menyeluruh ke dalam ibadah ini
sendiri, karena tak satupun -menurut keyakinan kita- yang pantas menguras
perhatian individu kita selain Allah.
Keempat.
Memfokus
atau mengkonsentrasikan individu kita hanya untuk Allah SWT. Dalam shahih
Muslim dihistorieskan bahwa Rasulullah bersabda:
“Seandainya seorang hamba
(sesudah berwudhu dengan baik) tegak malakukan shalat, memuji Allah,
menyanjung-Nya, mensucikan diri-Nya yang mana itu memang merupakan hak-Nya,
mengkonsentrasikan diri hanya mengingat Allah; maka ia akan keluar dari
shalatnya laksana bayi yang baru dilahirkan.” (HR. Muslim: 832 dan Ahmad:
IV / 112-385, dari hadits Amru bin Abasah)
Al-Imam Ibnu Katsir menyatakan:
“Sesungguhnya kekhusyu’an
dalam shalat itu hanya dapat dicapai oleh orang yang mengkonsentrasikan hatinya
untuk shalat itu, disibukkan oleh shalat hingga tak mengurus yang lainnya;
sehingga ia lebih mengutamakan shalat dari amalan yang lain.“
Kelima.
Menghindari
berpalingnya hati individu kita dan anggota tubuh dari shalat. Aisyah pernah
bertutur:
“Aku pernah bertanya kepada
Rasulullah tentang berpalingnya wajah di kala shalat, ke arah lain. Beliau
menjawab: “Itu adalah hasil curian setan dari shalat seorang hamba.” (HR.
Bukhari: 571, Abu Dawud: 910, Tirmidzi: 589, An-Nasa’i: III/7 dan lain-lain)
Ath-Tayyibi menyatakan:
“Dinamakan dengan “hasil
curian”, menunjukkan betapa buruknya perbuatan itu. karena orang yang shalat
itu tengah menghadap Allah, namun setan mengintai dan mencuri kesempatan.
Apabila ia lengah, setan langsung beraksi!”
Imam Ash-Shan’ani menyatakan:
“Sebab dimakruhkannya
berpaling tanpa hajat di kala shalat, karena itu dapat mengurangi kekhusyu’an,
dan dapat juga menyebabkan sebagian anggota badan berpaling dari kiblat. Juga
karena shalat itu adalah menghadap Allah.” (Lihat Subulu As-Salam
I/309-310)
Keenam.
Merenungi
atau merakan setiap gerakan dan dzikir-dzikir dalam mendirikan Shalat. Firman
Allah SWT dalam Al Qur’an surat Muhammad,47 ayat: 24.
xsùr& tbrã/ytGt c#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”.
Imam Ibnul Qayyim pernah
menyatakan:
“Ada satu hal yang ajaib,
yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur’an. Yaitu
keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi
menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa
setiap Asma dan Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan
shalat.
Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah.” (Lihat Ash-Shalah karya Ibnu Qayyim)
Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah.” (Lihat Ash-Shalah karya Ibnu Qayyim)
Kata Imam Al-Ghazali dalam
Al-Arba’ien:
“Hendaklah kamu membaca
‘Allahu Akbar’ dengan mengingat bahwasanya tidak ada yang lebih besar daripada
Allah Subhanahu wa Ta’ala;
Hendaklah kamu membaca
‘wajjahtu wajhiya …,’ dengan perasaan bahwa kamu benar-benar menghadapkan
jiwamu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berpaling dari selainNya;
Hendaklah kamu membaca
‘AlhamdulilLah’, dengan ‘penuh rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
terhadap segala nikmat-nikmatNya;
Hendaklah kamu membaca ‘Iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’ien’, dengan perasaan bahwa ‘kamu sangat lemah dan
bahwa segala urusan itu hanya di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata;
Dan hendaklah di tiap-tiap kamu
membaca dzikir, kamu ingat makna-maknanya. Dan ketahuilah, bahwa segala yang
membimbangkan kamu dari memahamkan makna apa yang kamu baca dipandang was-was”
Ketujuh.
Memelihara
thuma’ninah (ketenangan), dan Tidak terburu-buru dalam mendirikan shalat. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an suran An Nisaa,4 ayat: 103.
#sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$#
“Dan apabila kamu sudah
tenang, maka dirikanlah shalat…”.
Jadi
sudah sungguh jelas ayat tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa ketenangan,
adalah faktor vital dalam mendirikan shalat yang harus kita perhatikan, yang
mana sehingga “keharusan” mendirikan shalat bagi kita sebagai seorang mukmin di
saat-saat berperang dengan pikiran-pikiran kita yang selalu nyelonong kesana
dan kemari, barulah kita lakukan kala pikiran kita dan perasaan kita sudah
kembali tenang, adapun hal ini juga terpahami jelas dari hadits tentang “Shalat
orang yang asal-asalan”, yang lalu dikoreksi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahkan orang itu disuruh mengulangi shalatnya dengan sabda beliau, yang
artinya:
“…dan ruku’lah sehingga kamu
thuma’ninah dalam ruku’ itu, lalu tegaklah berdiri sampai kamu thuma’ninah
dalam berdiri…dst.” (HR. Bukhari: 757, 793, 6251 dan lain-lain, Muslim:
397, Abu Dawud: 956 dan yang lainnya)
Maka
sekianlah dahulu dasar-dasar pengetahuan umum ibadah ini, dan marilah kita
berdoa bersama, agar kita semua yang hadir diminggu pagi yang dimuliakan Allah
SWT ini dapat mengamalkan dan sangat mudah memahaminya!
"Ya Allah, gantungkanlah
kami dan orang-orang yang berkonsultasi atau curhat atau
‘berobat’ kepada kami hanyalah kepada-MU, dan jangan Engkau datangkan kepada
kami orang-orang yang tak mau mendatangi-Mu, kecuali bila itu sudah menjadi
ketetapan-Mu".
ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA
ALLAAHu, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULU ALLAAHI.
Ya Allah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana, lindungilah kami dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari
ilmu yang menjauhkan kami dari-Mu, dari ilmu yang hanya berorientasi kepada
harta dan dunia, dari ilmu yang membuat kami sombong dan merasa hebat, dari
ilmu yang menginvestasikan banyak kesulitan bagi kami di akhirat kelak.
Ya Allah Yang Maha Mengetahui
Isi Hati (Qolbu/Quluub) yang ada Di Dalam Dada (Shodr/Shuduur), lindungilah
kami dari hati yang tidak khusyu’’, dari hati yang mudah jatuh pada godaan
wanita (pria), dari hati yang merasa tinggi, dari hati yang suka pujian
manusia, dari hati yang takut cacian dari manusia, dari hati yang mudah
terprovokasi oleh dunia yang menipu, dan dari hati yang sering lalai dari-Mu.
Ya Allah Yang Maha Menguasai,
lindungilah kami dari pikiran yang tidak efektif, dari pikiran yang tidak
menentu, dari pikiran yang tidak bermutu, dari pikiran yang suka menganalisa
takdir-Mu, dan dari pikiran yang tidak tunduk kepada hati yang Engkau kuasai.
Ya Allah Yang Maha Pemberi
Rizki, lindungilah kami dari harta yang haram, dari harta yang syubhat, dari
harta yang tidak bisa membantu hamba-Mu lainnya, dan dari harta yang tidak
berkah.
Ya Allah Yang Maha
Menganugerahkan, lindungilah kami dari sikap yang tidak pandai bersyukur atas
ilmu, atas hati, atas pikiran, dan atas harta yang telah Engkau berikan kepada
kami.
Ya Allah Yang Maha Berkehendak,
lindungilah kami dari keinginan yang tidak kami butuhkan, dari keinginan yang
tidak Engkau ridhoi, dan dari keinginan yang tidak bisa dikendalikan.
Ya Allah Yang Maha Menenangkan,
lindungilah kami dari jiwa yang tidak pernah puas, dari jiwa yang tidak pernah
kenyang, dari jiwa yang tidak bisa tenang, dan dari jiwa yang tidak pandai
bersyukur.
Ya Allah Yang Maha Menghentikan
Keburukan, lindungilah kami dari kesulitan yang menghadirkan kesulitan, dari
hutang yang menghadirkan hutang, dan dari penyakit yang menghadirkan penyakit.
Ya Allah Yang Maha Mengabulkan,
lindungilah kami dari do'a-do'a yang tidak penting, dari do'a-do'a yang justru
menjauhkan kami untuk mencintai-Mu, dan dari do'a-do'a yang tidak Engkau
kabulkan.
Amin ya rabbal alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar