08072012, Dikediaman Bpk Supardi MZ, Perum Alinda Kencana I

Read by Mas Sugeng


DASAR-DASAR 
PENGETAHUAN UMUM IBADAH
Setelah memaknai materi-materi sebelumnya, perlulah kita ketahui didalam suatu histories seorang diantara kita, setelah selesai menunaikan ibadah haji, ia segera menemui Ust Azhari untuk menyampaikan pengalaman hajinya. Maka terjadilah percakapan diantara mereka.
“Wahai pak Dullah, bukankah engkau telah selesai menunaikan ibadah haji?...” tanya Ust Azhari.
Ia menjawab, “Benar, Pak Ustadz”.
“Apakah Pak Dullah berhenti di Miqat, lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit, dan kemudian mandi?...”
Pak Dullah menjawab, “Banar”.
“Ketika berhenti di Miqat, apakah kita bertekad untuk menanggalkan semua pakaian maksiat dan menggantinya dengan pakaian taat?... dan ketika menanggalkan semua pakaian terlarang itu, apakah kita pun menanggalkan sifat riya, nifaq, serta segala syubhat?...serta ketika mandi sebelum memulai ihram, apakah kita berniat membersihkan dari segala pelangggaran dan dosa?...”.
Pak Dullah menjawab, “Tidak”.
Kalau begitu, kita tidak berhenti di Miqat, tidak menangalkan pakaiaan terjahit, dan tidak pula membersihkan individu kita!”
Ust Azhari bertanya kembali,
“Ketika mandi dan berihram serta mengucapkan niat, adakah kita bertekad untuk membersihkan individu kita dengan cahaya tobat?...dan ketika niat berihram, adakah kita mengharamkaan atas individu kita semua yang diharamkan Allah SWT?...serta ketika mulai mengikatkan individu kita didalam ibadah haji, apakah kita rela melepaskan semuaa ikatan selain Allah SWT?..”
“Tidak,” jawabnya.
“Kalau begitu, kita tidak membersihkan individu kita, dan tidak berihram, serta tidak pula mengikatkan individu kita dalam haji. Bukankah kita telah memasuki Miqat, lalu shalat dua rakaat, dan setelah itu kita mulai bertalbiyah?...”.
“Ya, Benar”.
“Apakah ketika memasuki Miqat kita meniatkannya sebagai ziarah menuju keridhaan Allah SWT?...dan ketika shalat dua rakaat, adakah kita berniat mendekatkan individu kita kepada Allah SWT?...”.
“Tidak, Wahai Ustadz”.
“Kalau begitu kita tidak memasuki Miqat, tidak bertalbiyah dan tidak shalat ihram dua rakaat!”, Tegas ust Azhari.
“Apakah kita memasuki Masjidil Haram, memandang Ka`bah serta shalat disana?...”
“Benar”.
“Ketika memasuki Masjidiil Haram, apakah kita berniat mengharamkan individu kita segala macam ghibah?...dan ketika sampai di Mekah, apakah kita bertekad untuk menjadikan Allah SWT satu-satunya tujuan?...”.
“Tidak”, Jawabnya
“Sesungguhnya, kita belum memasuki Masjidil haram, tidak memandang Ka`bah, serta tidak shalat pula disana!”
Ust Azhari bertanya kembali,
“Apakah kita berthawaf dan berniat untuk berjalan serta berlari menuju keridhaan Allah SWT?...”.
“Tidak”.
“Kalau begitu, kita tidak berthawaf dan tidak pula menyentuh rukun-rukunnya!”
Tanpa bosan Ust Azharipun kembali bertanya,
“Apakah kita berjabat tangan dengan Hajar Aswad dan shalat di Makam Ibrahim?...”.
Dijawabnya, “Benar”
Mendengar jawaban ini, Ust Azhari menangis, seraya berucap,
“Oooh, barang siapa berjabat tangan dengan Hajar Aswad, seakan kita berjabat tangan dengan Allah SWT, maka ingatlah jangan sekali-kali kita menghancurkan kemuliaan yang telah kita raih, serta membatalkan kehormatan kita dengan aneka dosa!”.
Lalu Ust Azhari terus mencercar pak Dullah.
“Saat berdiri di Maqam Ibrahim, apakah kita bertekad untuk tetap berada di jalan taat serta menjauhkan individu kita dari maksiat?...dan ketika shalat dua rakaat disana, apakah kita bertekad untuk mengikuti jejak Ibrahim serta menentang semua bisikan setan?...”.
“Tidak”.
“Kalau begitu, kita tidak berjabat tangan dengan Hajar Aswad, dan tidak berdiri di Makam Ibrahim, serta tidak pula shalat dua rakaat!”.
Lanjut Ust Azhari
“Apakah kita melakukan sa`i, antara Shafa dan Marwah, kita menempatkan individu kita diantara harapan akan rahmat Allah SWT dan rasa takut menghadapi murka-Nya?...”.
“Tidak”, Jawab pak Dullah.
“Kalau begitu, kita tidak melakukan perjalanan antara dua bukit itu! Dan ketika pergi ke Mina, apakah kita bertekad agar diantara kita merasa aman dari gangguan lidah kita, hati individu kita, serta tangan kita?...”.
“Tidak”.
Ust Azhari menggelengkan kepala,
“Kalau begitu, kita belum ke Mina! Apakah kitaa telah wukuf di Arafah, mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta memanjatkan do`a-do`a di bukit Shakharaat?...”.
“Benar, seperti itu”.
“Ketika Wukuf di Arafah, apakah kita menghayati kebesaran Allah SWT yang kita saksikan pada saat kita mendirikan shalat, dan berniat mendalami ilmu yang dapat menghantarkan kita kepada-Nya?...serta apakah ketika itu kita merasakan kedekatan yang sedemikian dekat dengan-Nya?...lalu ketika mendaki Jabal Rahmah, apakah kita mendambakan Rahmat Allah SWT bagi setiap Mukmin?...kemudian ketika berada di Wadi Namirah, apakah kita berketetapan hati individu kita untuk tidak meng-amar-kan yang ma`ruf, sebelum kita meng-amar-kannya pada individu kita sendiri?...dan tidak melarang diantara kita melakukan sesuatu sebelum kita melarang individu kita sendiri?...serta ketika berada di antara bukit-bukit disana, apakah kita sadar bahwa tempat itu akan menjadi saksi segala perbuatan kita?...”.
“Tidak”.
“Kalau begitu, kita tidak wukuf di Arafah, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi namirah, tidak pula berdo`a di sana! Apakah kita telah melewati kedua bukit Al Alamain, melakukan shalat dua rakaat sebelumnya, lalu meneruskan perjalanan ke Muzdalifah untuk memungut batu-batu disana, lalu melewati Masy`aral Haram?...”.
“Ya, Benar”.
“Ketika shalaat dua rakaat, apakah kita meniatkannya sebagai shalat syukur, pada malam menjelang 10 Dzulhijjah, dengan mengharap tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala kemudahan?...dan ketika lewat diantara bukit itu dengan sikap lurus tanpa menoleh kanan kiri, apakah saat itu kita bertekad untuk tidak bergeser dari Islam, dan tidak dengan hati individu kita, serta lindah kita, bahkan semua gerak-gerik kita?...serta ketika berangkat ke Muzdalifah, apakah kita berniat membuang jauh segala maksiat serta bertekad untuk beramal yang diridhai-Nya?...lalu ketika melewati Masy`aral Haram, apakah kita mengisyaratkan untuk bersyiar seperti diantara kita yang takwa kepada Allah SWT?...”.
“Tidak”.
“Wahai Pak Dullah, sesungguhnya pak Dullah tidak melakukan itu semua!”.
Lalu Ust Azhari pun melanjutkan.
“Ketika sampai di Mina, apakah kita yakin telah sampai di tujuan dan Tuhan kita yang telah memenuhi semua hajat kita?...dan ketika melempar Jumrah, apakah kita meniatkan untuk melempar dan memerangi Iblis yang berada dibenak kepala kita, musuh besar kita?...serta ketika tahallul atau mencukur rambut, apakah kita bertekad untuk mencukur segala kenistaan?...lalu ketika shalat di Mesjid Khaif apakah kita bertekad untuk tidak takut, kecuali kepada Allah SWT dan tidak mengharap rahmat kecuali dari-Nya semata?...kemudian ketika memotong hewan kurban, apakah kita bertekad untuk memotong urat ketamakan kita, serta mengikuti teladan Ibrahim yang rela mengorbankan apapun demi Allah SWT?...setelah itu ketika kembali ke Mekah dan melakukan Thawaf Ifadhah, apakah kita meniatkannya untuk berifadhah dari pusat rahmat Allah SWT, kembali dan berserah kepada-Nya?...”.
Dengan gemetar, pak Dullah menjawab, “Tidak, wahai Ustadz”.
“Sungguh, Pak Dullah tidak mencapai Mina, Tidak melempar Jumrah, tidak bertahallul, tidak menyembelih kurban, tidak manasik, tidak shalat di Mesjid Khaif, tidak Thawaf Ifadhah, tidak pula mendekat kepada Allah SWT! Maka kembalilah !, Kembalilah !, Kembalilah !, sesungguhnya kita belum menunaikan haji kita !”.
Pak Dullah menangis tersedu, menyesali ibadah haji yang telah dilakukannya. Sejak ini, ia giat memperdalam ilmunya, sehingga tahun berikutnya ia kembaali berhaji dengan ma`rifat serta keyakinan penuh.
Sekian dahulu dasar-dasar pengetahuan umum ibadah ini, dan marilah kita berdoa bersama, agar kita semua yang hadir di minggu pagi yang dimuliakan Allah SWT ini dapat mengamalkan dan sangat mudah memahaminya!
"Ya Allah, gantungkanlah kami dan orang-orang yang berkonsultasi atau curhat atau ‘berobat’ kepada kami hanyalah kepada-MU, dan jangan Engkau datangkan kepada kami orang-orang yang tak mau mendatangi-Mu, kecuali bila itu sudah menjadi ketetapan-Mu".

ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAAHu, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULU ALLAAHI.

Ya Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, lindungilah kami dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari ilmu yang menjauhkan kami dari-Mu, dari ilmu yang hanya berorientasi kepada harta dan dunia, dari ilmu yang membuat kami sombong dan merasa hebat, dari ilmu yang menginvestasikan banyak kesulitan bagi kami di akhirat kelak.

Ya Allah Yang Maha Mengetahui Isi Hati (Qolbu/Quluub) yang ada Di Dalam Dada (Shodr/Shuduur), lindungilah kami dari hati yang tidak khusyu’’, dari hati yang mudah jatuh pada godaan wanita (pria), dari hati yang merasa tinggi, dari hati yang suka pujian manusia, dari hati yang takut cacian dari manusia, dari hati yang mudah terprovokasi oleh dunia yang menipu, dan dari hati yang sering lalai dari-Mu.  

Ya Allah Yang Maha Menguasai, lindungilah kami dari pikiran yang tidak efektif, dari pikiran yang tidak menentu, dari pikiran yang tidak bermutu, dari pikiran yang suka menganalisa takdir-Mu, dan dari pikiran yang tidak tunduk kepada hati yang Engkau kuasai.  

Ya Allah Yang Maha Pemberi Rizki, lindungilah kami dari harta yang haram, dari harta yang syubhat, dari harta yang tidak bisa membantu hamba-Mu lainnya, dan dari harta yang tidak berkah.

Ya Allah Yang Maha Menganugerahkan, lindungilah kami dari sikap yang tidak pandai bersyukur atas ilmu, atas hati, atas pikiran, dan atas harta yang telah Engkau berikan kepada kami.

Ya Allah Yang Maha Berkehendak, lindungilah kami dari keinginan yang tidak kami butuhkan, dari keinginan yang tidak Engkau ridhoi, dan dari keinginan yang tidak bisa dikendalikan.

Ya Allah Yang Maha Menenangkan, lindungilah kami dari jiwa yang tidak pernah puas, dari jiwa yang tidak pernah kenyang, dari jiwa yang tidak bisa tenang, dan dari jiwa yang tidak pandai bersyukur. 

Ya Allah Yang Maha Menghentikan Keburukan, lindungilah kami dari kesulitan yang menghadirkan kesulitan, dari hutang yang menghadirkan hutang, dan dari penyakit yang menghadirkan penyakit.  

Ya Allah Yang Maha Mengabulkan, lindungilah kami dari do'a-do'a yang tidak penting, dari do'a-do'a yang justru menjauhkan kami untuk mencintai-Mu, dan dari do'a-do'a yang tidak Engkau kabulkan.
Amin ya rabbal alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar