03102011.dikediaman Bpk.Toto, Jababeka, Cikarang

No: 4
Read by Bpk Sumarna AD
 DASAR-DASAR
PENGETAHUAN IBADAH

Perlulah kita ketahui mengikuti cara Rasulullah saw shalat tidak cukup kita hanya dengan menyempurkan dimensi ritualnya saja, akan tetapi kita harus juga mengikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya, samplenya saja jasad dengan ruh, memang kita bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasad kita saja, namun akan tetapi sungguh tidak sempurna bila ruh individu kita yang sejati dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya, maka demikian juga shalat, memang secara fikih shalat kita sah bila memenuhi syarat dan ruku’nya secara ritual, akan tetapi apa makna shalat kita bila tidak diikuti dengan kekhusyukan, adapun perihal kekhusyukan ini Alquran telah menjelaskan:

2:45

And seek help through patience and prayer, and indeed, it is difficult except for the humbly submissive [to Allah ]

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',



Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat ini, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu’ dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki.

Abul Aliyah menyebut, alkhasyi’in adalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah.

Muqatil bin Hayyan berpendapat, alkhasyi’in itu orang yang penuh tawadhu’.

Dhahhaq mengatakan, alkhasyi’in merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah.

Dan pada dasarnya shalat seperti yang digambarkan Ustadz Sayyid Quthub– adalah hubungan antara kita sebagai seorang hamba dan Tuhan kita yang dapat menguatkan hati individu kita yang hidup senantiasa yang kordinatnya didalam diantara dua rongga dada diatas perut kita yang mana sehingga tersebut membekali keyakinan kita untuk menghadapi segala kenyataan yang harus kita lalui.
Rasulullah saw. didalam histories Sayyid- setiap kali menghadapi persoalan, selalu segara melaksanakan shalat.

Dalam hal ini tentu shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan kekhusyu’an, karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani individu kita yang sejati, dan benar- benar melahirkan sikap moral kita yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran 

29:45

Recite, [O Muhammad], what has been revealed to you of the Book and establish prayer. Indeed, prayer prohibits immorality and wrongdoing, and the remembrance of Allah is greater. And Allah knows that which you do.

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.


            Jadi sudah sungguh jelas buat kita bahwa hanya shalat yang khusyu’ yang akan membimbing pelaksanaan  pada ketenangan dan kemuliaan perilaku kita, oleh sebab ini para ulama terdahulu selalu mengajarkan bagimana kita menegakkan shalat dengan penuh kekhusyu’an, Imam As-Samarqandi dalam bukunya tanbihul ghafiliin, menulis bab khusus dengan judul: Bab itmamush shalaati wal khusyu’u fiihaa atau bab menyempurkan dan khusyuk dalam shalat, disebutkan dalam buku ini bahwa orang yang sembahyang banyak, akan tetapi orang yang menegakkan shalat secara sempurna sedikit.

Imam As-Samarqandi benar, karena kini kita menyadari yang mana kita-kita semua yang hadir rajin-rajin shalatnya, akan tetapi hanya sebagian kecil diantara kita yang dapat benar-benar menikmati buah shalatnya, yaitu yang mana dapat kita saksikan sendiri mereka ini dapat  menjaga individunya dari perbuatan keji, samplenya pada saat kita berjanji Aku hadapkan wajahku, akan tetapi kenyataannya kita tidak dapat menyaksikan akbar-Nya atau wajah-Nya”…… demikian pula pada saat kita memuji-Nya, memulyakan-Nya, mengagungkan-Nya, adapun sementara kita hanya seperti burung beo yang hanya pandai mengucapkan salam, akan tetapi mengetahui kepada siapa, dan untuk siapa salam itu ditujukan, maka adapun hal ini yaitu termasuk dalam kategori mungkar atau makar

Adapun antara ritual dan spiritual yaitu ketika Rasulullah saw. memerintahkan agar kita mengikuti shalat seperti yang beliau lakukan, hal ini maksudnya yaitu agar kita mengikuti secara sempurna tentang ritual dan spiritual, adapun ritual artinya menegakkan secara benar syarat dan rukunnya, sedangkan spiritual artinya melaksanakannya dengan penuh keikhlsan, ketundukan agar hati individu kita hidup senantiasa menyebut asma-Nya yang kordinatnya didalam diantara dua rongga dada diatas perut kita dan kekhusyuan yaitu agar kita dapat menyaksikan kebesaran-Nya atau wajah-Nya.

Jadi sekali lagi sangat perlu kita ketahui yang mana kedua dimiensi ini adalah satu kesatuan tak terpisahkan, dan apabila satu diantara dimensi ini hilang, maka shalat kita tidak sempurna, dan bila kita hanya mengutamakan yang spiritual saja, dengan mengabaikan yang ritual maka seperti tidak mengkuti cara-cara shalat Rasulluah secara benar, menambahkan atau mengurangi, atau meninggalkannya sama sekali berarti ini tidak sah, dengan bahasa lain, shalat yang ditambah dengan menerjemahkan setiap bacaannya ke dalam bahasa Indonesia, berarti ini bukan shalat yang dicontohkan Rasullah, maka ini tidak disebut shalat, apapun alasan dan tujuannya.

Maka demikian pula sebaliknya, bila yang kita utamakan hanya yang ritual saja dengan mengabaikan yang spiritual, boleh jadi shalat kita sah secara fikih, akan tetapi tidak akan membawa dampak apa-apa pada individfu kita, karena yang kita ambil hanya gerakan shalatnya saja, adapun sementara ruhani shalat itu kita campakkan begitu saja, bahkan bila yang kita abaikan dari dimensi spiritual shalat itu adalah keikhlasan, maka akibatnya fatal, yaitu shalat kita menjadi tidak bernilai apa-apa di sisi-Nya. Na’udzubillahi mindzaalika.

Pada kesimpulannya, marilah kita intropeksi individu kita-kita yang hadir, yang mempelajari Dasar-dasar Pengetahuan Ibadah khususnya saya pribadi, apakah didalam shalat, kita sudah dapat menyaksikan Akbar-Nya?....... maka apa belum, tunjuk pada kita sendiri “Saya Rajanya Munafik” dan jangan sekali-kali kita menunjuk kepada yang tidak mempelajari bersama-sama kita atau orang-orang diluar majelis kita, karena mereka itu sudah pada pintar-pintar dan tahu serta telah mendapatkan menyaksikan Akbar-Nya, makanya, kita-kita yang dari jauh berkumpul, bahkan ada diantara kita, yang mulai berangkat tengah malam sampai saat ini masih saja membahas Dasar-dasar Pengetahuan Ibadah tentang shalat yang tidak ada habis-habisnya, dan inilah suatu bukti nyata, bahwa sanya kita masih bodoh dan belum tahu apa-apa, dan agar kita pada saat mendirikan, kita mengetahui pada saat mengeluarkan sebagian nafas yang keluar dari kerongkongan mengucapkan Allahu Akbar, akan tetapi dapat meyakini adanya dzat yang turun dari kerongkongan menuju hati individu kita yang koordinatnya didalam diantara dua rongga dada diatas perut kita sehingga hidup, lalu seketika itu pula kita mau tidak mau harus dapat menyaksikan Akbar-Nya, maka apabila hal ini kita tidak tahu dan mengetahuinya serta tidak nyata senyata-nyatanya, maka sekali lagi, tunjuklah kita sendiri sebagai seorang raja munafik, bahkan Allah menegaskan kita sebagai orang musyrik.

Ya Allah, seandainya diantara kita-kita keseluruhan yang hadir saat ini mengetahui bahwa Engkau menjawab persoalan secara langsung, barangkali kita-kita akan bolak-balik datang untuk bertanya kepadaMu.

Ya Allah, demikian pula seandainya kita-kita keseluruhannya yang hadir saat ini mengetahui bahwa rahmat-Mu bisa dirasakan langsung ke dalam dada kita, barangkali kita-kita akan datang terus menerus tidak kenal waktu untuk meminta-Mu mengisi dada kita dengan ketenangan yang sejuk.

Ya Allah, dan demikian pula seandainya kita-kita keseluruhannya yang hadir saat ini mengetahui tentang rahasia ketinggian shalat, mereka akan menunggu waktu-waktu shalat dan melakukannya dengan hati gembira.

Tuhan pasti tahu semua, termasuk apa yang kita rasakan. Akan tetapi Tuhan tidak pernah merasakan. Mungkin Tuhan harus dipaksa dengan memperbanyak shalat  untuk wujudkan keinginan kita. Doakan aku”

Mungkin Tuhan bisa dipaksa untuk menuruti keinginan kita, melalui rintihan dengan memperbanyak shalat ini. Tapi setelah keinginan tercapai, apakah kita bahagia? Pasti tidak! Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Kalaupun Allah mengabulkan, itu hanya untuk membuktikan pada kita bahwa apa yang kau inginkan tidak akan membuatmu bahagia, justru kesengsaraan yang kita dapat.

Ya Allah, tunjukilah kami seperti mereka yang telah Engkau beri petunjuk, dan ampunilah, kami seperti mereka yang Engkau pelihara, serta berikanlah kami berkah, seperti mereka yang telah Engkau beri berkah, jagalah kami dari kejelekan yang telah Engkau tetapkan, Maha Suci Engkau Ya Allah segala puji hanya untuk-Mu, kepada Mul-lah aku bertobat dan memohon ampunan.

Maha Suci Tuhan-ku yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul, dan segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam, semoga shalawat beriring salam senantiasa tercurah pada junjungan kita Muhammad dan sanak keluarga berikut sahabat-sahabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar