13112011, dikediaman Mas Haris, Pondok Ungu Permai Sektor 5

No.9
Read By

 DASAR-DASAR
PENGETAHUAN IBADAH

Perlulah kita ketahui bahwa Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam, adapun dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat atau syahadatain.
Didalam histories riwayat Bukhari dan Muslim, Rasullulah bersabda:


Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.

Demikian pula ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain.
Histories Muslim.

Adapun kita yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, secara otomatis menjadi murtad atau keluar dari Islam, didalam suatu histories Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullulah Saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat, maka hal ini bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi, maka para sahabat bergerak memerangi mereka, adapun histories ini  dikenal dengan harbul murtaddin, ini baru menolak zakat, apalagi menolak shalat!

Maka ketika menyebutkan ciri-ciri kita yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib Al-Baqarah, 2 ayat: 3. lihat quran klik disini

2:3
Who believe in the unseen, establish prayer, and spend out of what We have provided for them,
 
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Adapun shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca didalam penyaksian dan sebagainya.

Demikian pula dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan, lewat kejadian yang sangat agung dan kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj– Rasulullah saw. dan bukan dari menerima melalui perantara Malaikat Jibril, yaitu melainkan Allah swt langsung mengajarkannya, maka dari sinilah tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat, yang mana bahwa shalat bukan masalah ijtihadi atau hasil karangan otak kita yang bisa ditambah dan dikurangi, akan tetapi melainkan masalah ta’abbudi yaitu harus diterima apa adanya dengan penuh keta’atan, maka sekecil apapun yang akan kita lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita, adapun samplenya bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda,
Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu”.
maka dalam shalat Rasullah bersabda,
shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat”.

Adapun untuk menjelaskan bagaimana cara Rasullulah saw melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini yaitu dimensi ritual dan dimensi spiritual.

Dimensi ritual shalat, yaitu adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat, sample shalat shubuh dua rakaat menjelang pagi hari, shalat zhuhur empat rakaat saat tengah hari, shalat ashar empat rakaat menjelang sore hari, shalat maghrib tiga rakaat menjelang malam hari, shalat isya’ empat rakaat masuk pada saat malam hari yang harus ditegakkan, adapun dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw, apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi, samplenya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya.

Demikian pula dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulama yang berani menggeser, katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya maka marilah kita perhatikan firman Allah dalam surat An-Nisa’,  ayat: 103. lihat quran klik disini

 
4:103

And when you have completed the prayer, remember Allah standing, sitting, or [lying] on your sides. But when you become secure, re-establish [regular] prayer. Indeed, prayer has been decreed upon the believers a decree of specified times.

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.



Artinya shalat kita tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakakat yang telah ditentukan, maka dalam konteks ini tentu tidak bisa beralasan dengan shalat qashar yaitu memendekkan jumlah rakaat atau jama’ taqdim dan ta’khir yaitu menggabung dua shalat seperti dzhuhur dengan ashar dengan diawalkan atau diakhirkan, karena masing-masing dari cara ini ada nashnya dari Alquran dan sunnah Rasullah saw,
Perhatikan firman Allah dalam surat An-Nisa’,   ayat: 101. lihat quran klik disini

 
4:101

And when you travel throughout the land, there is no blame upon you for shortening the prayer, [especially] if you fear that those who disbelieve may disrupt [or attack] you. Indeed, the disbelievers are ever to you a clear enemy.

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.


Adapun menurut pendapat Jumhur arti qashar di sini ialah: sembahyang yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, yaitu di waktu bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam keadaan khauf di waktu hadhar, dan inipun kita tidak setiap saat, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam nash.

Demikian pula apa yang dibaca dalam shalat juga tercakup dalam tata cara ini dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah. jadi tidak bisa membaca apa saja seenak kita, maka apa bila Rasullulah saw memerintahkan agar kita harus shalat seperti beliau shalat, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menambah-nambah, termasuk dalam hal menambah membaca terjemahan secara terang-terangan dalam setiap bacaan yang dibaca dalam shalat, karena sepanjang pengetahuan kita tidak ada nash yang memerintahkan untuk kita membaca terjemahan bacaan dalam shalat, melainkan hanya perintah bahwa kita harus mengikuti Rasullulah secara ta’abbudi dalam melakukan shalat ini.

Adapun mungkin orang lain mengatakan kepada kita benar kita harus mengikuti Rasullulah, akan tetapi bagaimana kalau kita tidak mengerti apa makna bacaan yang kita baca dalam shalat?....... bukankah justru hal ini akan mengurangi nilai ibadah shalat itu sendiri?...... dan pada akhirnya kita hadir dalam shalat menjadi seperti burung beo, mengucapkan sesuatu akan tetapi tidak paham apa yang kita ucapkan?...... adapun maksudnya yaitu penjelasan untuk mengerti bacaan dalam shalat, caranya tidak mesti dengan membaca terjemahannya ketika shalat, melainkan kita bisa melakukannya di luar shalat, sebab tindakan membaca terjemahan dalam shalat seperti tindakan kita seorang pelajar yang menyontek jawaban dalam ruang ujian, maka bila kita menyontek, sudah pasti jawaban merusak ujian pelajar.

Jadi walhasil membaca terjemahan dalam shalat akan merusak shalat kita, samplenya bila kita sebagai si pelajar beralasan bahwa kita tidak bisa menjawab kalau tidak nyontek, maka jawabannya kita salah!..... mengapa kita tidak belajar sebelum masuk ke ruang ujian, demikian pula bila kita beralasan bahwa kita tidak mengerti kalau tidak membaca terjemahan dalam shalat, maka yang pasti demikian pula jawabannya?..... yaitu kita salah mengapa kita tidak belajar memahami bacaan tersebut di luar shalat, adapun jawaban yang pasti yaitu mengapa kita harus mengorbankan shalat demi memahami bacaan yang kita baca dalam shalat?........ adapun hal ini  sesungguhnya bisa kita lakukan di luar shalat.

Jadi yang terpenting yaitu kita mengikuti cara Rasullah bershalat yaitu ternyata bukan hanya bisa kita pahami dari hadits tersebut, melainkan dalam teks-teks Alquran sangat nampak dengan jelas samplenya, dari segi bahasa dan gaya ungkap Alquran selalu menggunakan “aqiimush shalaata” yaitu tegakkankanlah shalat atau “yuqiimunash sahalat” yaitu menegakkan shalat, adapun yang menariknya buat kita yaitu ungkapan seperti ini juga digunakan Rasullulah saw dalam histories Muslim mengenai pertemuannya dengan Malaikat Jibril, Rasullah bersabda:
watuqiimush shalata“.
Demikian pula pada histories Bukhari dan Muslim mengenai pilar-pilar Islam bersabda:
waiqaamish shalati“.
Jadi yang menjadi pertanyaan kita disini adalah apa  makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini?......  mengapa tidak langsung mengatakan shallu atau bershalatlah atau yushalluuna atau mereka bershalat?....... maka para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat ini harus ditegakkan secara sempurna yaitu baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah saw melakukannya dengan penuh kekhusyuan, adapun masalah khusyu’ adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan kita bahas dalam pembahasan dasar dasar pengetahuan ibadah setiap minggu, baik yang lalu-lalu maupun selanjutnya yang akan datang tidak akan ada habis-habisnya.

Ya Allah, seandainya diantara kita-kita keseluruhan yang hadir saat ini mengetahui bahwa Engkau menjawab persoalan secara langsung, barangkali kita-kita akan bolak-balik datang untuk bertanya kepadaMu.

Ya Allah, demikian pula seandainya kita-kita keseluruhannya yang hadir saat ini mengetahui bahwa rahmat-Mu bisa dirasakan langsung ke dalam dada kita, barangkali kita-kita akan datang terus menerus tidak kenal waktu untuk meminta-Mu mengisi dada kita dengan ketenangan yang sejuk.

Ya Allah, dan demikian pula seandainya kita-kita keseluruhannya yang hadir saat ini mengetahui tentang rahasia ketinggian shalat, mereka akan menunggu waktu-waktu shalat dan melakukannya dengan hati gembira.
Tuhan pasti tahu semua, termasuk apa yang kita rasakan. Akan tetapi Tuhan tidak pernah merasakan. Mungkin Tuhan harus dipaksa dengan memperbanyak shalat  untuk wujudkan keinginan kita. Doakan aku”

Mungkin Tuhan bisa dipaksa untuk menuruti keinginan kita, melalui rintihan dengan memperbanyak shalat ini. Tapi setelah keinginan tercapai, apakah kita bahagia? Pasti tidak! Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Kalaupun Allah mengabulkan, itu hanya untuk membuktikan pada kita bahwa apa yang kau inginkan tidak akan membuatmu bahagia, justru kesengsaraan yang kita dapat.

Ya Allah, tunjukilah kami seperti mereka yang telah Engkau beri petunjuk, dan ampunilah, kami seperti mereka yang Engkau pelihara, serta berikanlah kami berkah, seperti mereka yang telah Engkau beri berkah, jagalah kami dari kejelekan yang telah Engkau tetapkan, Maha Suci Engkau Ya Allah segala puji hanya untuk-Mu, kepada Mul-lah aku bertobat dan memohon ampunan.

Maha Suci Tuhan-ku yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul, dan segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam, semoga shalawat beriring salam senantiasa tercurah pada junjungan kita Muhammad dan sanak keluarga berikut sahabat-sahabatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar