Read by Bang Mande
DASAR-DASAR PENGETAHUAN IBADAH
Perlulah kita ketahui, pada saat
kita mendirikan shalat banyak diantara kita yang tersesat mencari Allah, karena
tidak menyadari keberadaan Allah yang sangat dekat dengan kita, karena Allah
sesungguhnya tidak perlu kita cari, akan tetapi hanya sesuatu yang pernah
hilang yang pantas kita cari, sementara Allah selalu dimana-mana, dan tidak
pernah hilang. Allah tidak pernah tidur serta selalu mengawasi gerak-gerik
kita, maka tidak ada satupun yang luput dari-Nya, karena, Ia yang meliputi
langit dan bumi beserta isinya.
Maha suci Allah Pemberi Rahmat
Alam Semesta, maka kita tidak perlu jalan yang terjal dan sulit untuk
mengenal-Nya adapun kita untuk mengenal Allah tidak perlu rumit-rumit, jadi
kita tidak perlu pusing-pusing, karena tidak menjadi suatu jaminan kita yang
memiliki pengetahuan agama yang luas, sekalipun kita sudah mengenal Allah, akan
tetapi pikiran kita tidak akan mampu membuka rahasia Allah. Karena hanya hati
individu kita yang kordinatnya didalam diantara ronggga dada diatas perut kita
yang hidup dan dapat menyaksikan Akbar-Nya saja yang mampu merasakan dan
mewadahi Asmaul Husna.
Maka bacaan Al Quran pada saat
mendirikan shalat dengan hati penuh keimanan, karena mushaf suci itu adalah
kalam Ilahi yang tidak cukup kita pahami dengan pikiran kita saja, maka jangan
sampai terjebak kita hanya menjadi pakaar Al Quran, akan tetapi sesungguhnya
kita tidak memahami hakekatnya, sehingga hati individu kita pun tidak pernah
bergetar kala dibacakan ayat-ayat suci Al Quran, bahkan jiwa kita membeku tidak
merasakan getaran kehadiran Allah. Dan pandangan kita pun menjadi buta dengan
petunjuk-Nya, yaitu beberapa warna-warna cahaya yang keluar dari pandangan kita
apalagi beberapa warna-warna cahaya yang datang kepandangan kita, serta
beberapa warna-warna cahaya yang terhampar dihadapan kita, apalagi menyaksikan
Akbar-Nya.
Oleh karena ini, sudah saatnya
kita membuka jiwa kita dan mengasah hati individu kita agar merasakan hidup,
namun kita sering terhijab dengan pikiran kita dan perasaan kita sendiri, jadi
jalan menuju Allah pun akhirnya terhadang oleh tubuh kita yang sering dipenuhi
nafsu amarah, maka jika kita hanya dibalut dengan pikiran dan perasaan, maka
kita tak akan pernah terhubung pada Yang Maha Kuasa.
Namun jika kita shalat lisan kita
dan hati individu kita serta perasaan kita akan bersatu menuju sesuatu
penyaksian, maka meski kesengsaraan dan kepayahan menghimpit kita, tidak ada
satu pun yang mampu menggoyahkan tekad kita jika hati individu kita sudah
tertanam aqidah dan jiwa sudah menjawab panggilan-Nya, sehingga kita dapat
menyaksikan Akbar-Nya.
Adapun didalam histories saat
Nabi Muhammad mengajak para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah, maka
bukanlah sebuah perjalanan yang mudah, karena jarak tempuh dari kota Mekah sampai
ke Madinah, sementara pada saat itu hanya bisa dilalui dengan jalan kaki atau
naik unta, adapun Nabi bersama rombongan membutuhkan waktu yang lama,
berbulan-bulan untuk tiba di Madinah, yang mana pada saat itu bernama Yasrib,
demikian pula tidak banyak umat islam yang siap menempuh medan yang berat
melewati padang pasir yang gersang dan berbahaya, apalagi dengan bekal makanan
dan minuman yang terbatas, pada saat inilah ujian berat bagi umat muslim,
apakah umat islam kalah dalam ujian ini ? ..... Apakah umat muslim memilih
mundur dari tantangan itu ? ...
Maka jawaban yang pasti yaitu
hanya kaum muslim yang memiliki iman yang kuat, yang berani menenmpuh
perjalanan sulit ini, dan Nabi tidak membutuhkan umat yang banyak dalam
peristiwa hijrah ini, adapun Nabi cukup memiliki sedikit sahabat sahabat yang
benar-benar teruji imannya, karena Nabi tidak membutuhkan umatnya yang
berhijrah karena harta atau wanita, adapun mereka yang terpilih adalah yang
melakukan hijrah karena Allah semata.
Jadi sekali lagiperlulah kita
ketahui, iman adalah cahaya yang mampu menembus sekat-sekat, karena daya
vibrasinya kuat, sehingga menggetarkan alam semesta, maka inilah awal mula
islam tersebar keseluruh penjuru dunia, karena modal iman yang kuat, islam
berkembang pesat sehingga saat ini setelah Nabi menanamkan pondasi agidah, yang
dipegang teguh oleh para sahabat, para tabiin serta kita-kita sebagai umatnya
hingga era kini.
Akan tetapi sekalipun saat ini
kita sudah mengucapkan syahadat sebagai sebuah kesaksian spiritual akan keesaan
Allah, dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya serta kita pun mengaku sudah
beriman, namun akan tetapi kita sering merasakan hampa dalm kehidupan ini,
karena kita masih sedih, bingung, takut dan pesimis, serta kita pun tak
merasakan kehadiran Allah, karena pikiran dan perasaan kita lebih banyak
terikat dalam kehidupan duniawi.
Kita merasakan kesenangan karena
sensasi kesenangan duniawi baik berupa harta, tahta, istri atau anak-anak kita,
akan tetapi sebaliknya, kita pun menderita karena keinginan duniawi kita tak
terpenuhi dalam kehidupan sehari-hari, dan kita sering ter-tambat dengan istri
kita, anak-anak kita atau harta kita, maka disinilah sesungguhnya letak
persoalannya yang membuat kita sedih atau senang. Dalam sebuah hadist, nabi
bersabda yang artinya:
“Barang siapa yang mencintai sesuatu maka bersiaplah untuk disakiti
olehnya, barang siapa yang mencintai sesuatu maka dia akan diperbudaknya”
Maka sesungguhnya keimanan
kitalah, yang salah satunya dapat ditentukan keimanan terhadap takdir baik dan
takdir buruk yang menimpa kita, akan tetapi iman kita sering ambruk karena
gagal menerima takdir buruk dari Allah, adapun setiap kita baik beriman maupun
tidak beriman akan menghadapi takdir Allah, namun adap perbedaan mendasar yang
mendasar bagi kita yang beriman, maka semua persoalan akan kita kembalikan pada
Allah, karena semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Adapun semua kita-kita yang baik
beriman maupun yang tidak beriman akan mendapat persoalan, atau kesulitan
hidup, dan tidak benar ada keyakinan bahwa hanya kita-kita yang beriman yang
mendapat ujian, sedangkan kita-kita yang imannya masih tipis, tetap akan
dihadang oleh takdir Allah yang mungkin rasanya pahit atau rasanya enak, akan
tetapi bagi kita yang beriman akan sabar dan shalat dalam menghadapi takdir
Allah sedangkan sebaliknya kita yang tidak beriman akan keluh kesah apabila
menghadapi takdir Allah.
Karena kita yang beriman akan
menyadari rahasia dia balik takdir yang diberikan oleh Allah, dan kita selalu
menghadap serta berkomunikasi dengan Allah, melalui shalatnya yang khusyu,
karena kekhusyuan akan membawa kita pada tahapan ihsan, merasakan bahwa Allah
selalu melihat dan mengawasinya, bahkn, ia akan merasakan bahwa semua
penglihatan, pendengaran, dan geraknya adalah Allah.
Adapun rangking iman seperti ini
tidak akan tercapai jika kita masih terhalang oleh ego kita, pikiran kita dan
kebodohan kita, karena Allah tidak akan bisa ditemui jika hati individu kita
tidak hidup, Allah tidak akan bisa digapai dengan pikiran kita dan kepintaran kita,
karena Allah Zat yang Maha Agung, begitu pula, kebodohan kita membuat kita
miskin ilmu, untuk memahami hakekat menuju Allah, Nabi mengajarkan pada kita
sebagai umatnya sebuah jalan untuk menuju Allah, yaitu shalat, bahkan kita
sering sekali melakukan shalat, akan tetapi selalu sibuk dengan gerakan dan bacaan kita, sehingga kita
tidak mampu memisahkan mana tubuh kita, mana rohani kita..
Memang kita telah mengetahui
bahwasanya tubuh kita cenderung pada tanah, karena memang terbuat dari tanah,
maka, tidak heran kita cenderung mencintai sesuatu yang berasal dari tanah,
seperti anak-anak kita, istri kita, perhiasan dan binatang ternak, sedangkan
sementara sesungguhnya ruhani kita cenderung naik ke atas menuju Pemiliknya,
yaitu Zat Yang Tidak bisa diserupakan dengan makhluk-Nya, dengan shalat, yang
mana yaitu ruhani kita didorong dengan kesadaran untuk meninggalkan tubuh dan
mencapai orbit Illahi, akan tetapi kita tidak menyadarinya atau mengetahuinya,
maka dirikanlah shalat dengan kesadaran jiwa kita, yang memiliki potensi ruh,
karena inilah yang dipanggil Allah dan dimasukan ke golongan hamba-hamba-Nya
yang diridhai-Nya.
Pada kesimpulannya marilah kita
intropeksi individu kita-kita yang hadir, yang mempelajari dasar-dasar
pengetahuan ibadah, khususnya saya pribadi, Apakah didalam shalat, kita sudah
dapat menyaksikan Akbar-Nya ?.... maka apabila belum, tunjuk pada kita sendiri,
“Saya rajanya munafik!” dan jangan sekali-kali kita menunjuk kepada yang tidak
mempelajari bersama-sama kita atau orang-orang diluar majelis kita. Makanya,
kita-kita yang dari jauh berkumpul, bahkan ada diantra kita, yang mulai
berangkat tengah malam sampai saat kini masih saja membahas dasar-dasar
pengetahuan ibadah tentang shalat yang tidak ada habis-habisnya, dan inilah
suatu bukti nyata, bahwa sanya kita masih bodoh dan belum tahu apa-apa dan agar
kita pada saat mendirikan shalat, kita mengetahui pada saat mengeluarkan
sebagian nafas yang keluar dari kerongkongan mengucapkan Allahu Akbar, akan
tetapi dapat meyakini adanya Zat yang turun dari kerongkongan menuju hati
individu kita yang kordinatnya didalam diantara dua rongga dada diatas perut
kita sehingga hidup, lalu seketika itu pula kita mau tidak mau harus dapat
menyaksikan Akbar-Nya,
Ya Allah, tunjukilah kami seperti
mereka yang telah Engkau beri petunjuk, dan ampunilah, kami seperti mereka yang
telah Engkau pelihara, serta berilah kami berkah seperti mereka yang telah
Engkau beri berkah, jagalah kami dari kejelekan yang telah Engkau tetapkan,
Maha Suci Engkau ya Allah segala puji hanya untuk-Mu, Aku bersaksi tiada Tuhan
selain Engkau, kepada-Mulah Aku bertaubat dan memohon ampunan.
Maha Suci Tuhanku yang mempunyai keperkasaan dari apa
yang mereka katakan dan kesejahteran dilimpahkan atas para Rasul, dan segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, semoga shalawat beriring salam senantiasa
tercurah pada junjungan kita Muhammad dan sanak keluarga berikut
sahabat-sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar